Rabu, 29 Oktober 2008

JOKO PENTUL PAHLAWANKU KE : 1

EPISODE : 1
Pada suatu Negeri yang bernama Nusantara, dikaki Gunung Kelud yang masih ditumbuhi Hutan Perawan yang belum pernah terjamah oleh manusia dari luar, terdapat sebuah Gubuk kecil, halamannya bersih ditumbuhi oleh tanaman sayuran dan bunga. Gubuk tersebut dihuni oleh dua sosok manusia, seorang Ibu berumur kurang-lebih 35 tahun yang sudah menjanda sekitar lima tahun, ditemani oleh seorang anak Lelaki yang berusia kurang-lebih 6 tahun. Anak lelaki berwajah ganteng, mungil, imut-imut, gundul, namun sayang tubuhnya sangat kecil, kurang-lebih sebesar “kepalan tangan orang dewasa” sehingga dia dapat masuk ke kantong baju atau celana. Dengan postur yang sedemikian itu, oleh orang tuanya diberi nama kesayangan "Joko Pentul".

Mengapa seorang Ibu dan anaknya koq sampai dikaki Gunung tepi hutan seperti itu ? Memang, Ibu tersebut sebenarnya adalah mantan seorang Guru SD yang mempunyai pendidikan Sarjana Matematika dan juga mantan Da'i (penceramah Agama Islam) serta Guru Silat, sebelumnya tinggal di Kota Blitar. Namun dengan adanya kondisi kelahiran putranya yang dianggap kurang normal bagi masyarakat umumnya, semasa suaminya masih ada, sebelum masyarakat mngetahui kondisi anaknya, mereka bertiga sudah mengungsi ke Hutan. Maksud kepergiannya adalah untuk menghindari perbincangan atau kasak-kusuk dari orang-orang yang mungkin dapat menyakitkan hati mereka.
Pada waktu anaknya masih berumur 3 tahun, suami dari Ibu tersebut meninggal, dan Ibu yang sekarang menjanda tersebut bertekad untuk mendidik dan mengajar sendiri anaknya, baik dalam pengetahuan umum maupun dalam pengetahuan khusus, seperti matematika dan agama, serta tak lupa mengajari silat, sebagai bekal dikemudian hari. Anak tersebut walaupun masih berumur sekitar 6 tahun, karena mukjizat dari Tuhan Yang Maha Esa. sudah mempunyai pengetahuan setingkat Sarjana, Da'I dan ahli silat, sebagaimana yang telah diajarkan oleh Ibunya.
Pada suatu hari setelah selesai makan, kurang-lebih jam 08.00 malam, terjadi perbincangan yang serius antara Ibu dengan Anak. Ibu berkata kepada anaknya : "Anakku sayang, engkau sudah mewarisi ilmuku semuanya, tetapi ilmu tersebut tidak akan berguna apabila tidak diterapkan atau tidak diajarkan kepada orang lain". Anaknya menjawab : "Benar Bu, tapi apa daya diriku yang sekecil ini dapat memanfaatkannya bagi orang lain ?" Ibunya menambahkan : "Anakku, manusia bukan diukur dari bentuk besar-kecil tubunhnya, tetapi tetapi tekadnya untuk melaksanakan kewajibannya sebagai Hamba Allah, manusia hanya diperintahkan untuk berusaha sedangkan Tuhan yang akan menentukan hasilnya?" Anak mungil tersebut menimpali : "Tapi Bu, bagaimana Ananda tega dapat meninggalkan Ibu sendirian disini". Ibunya menegaskan : "Jangan risaukan Ibu Nak, Allah SWT akan selalu melindungi Ibu".Demikianlah pembicaraan antara Ibu dan Anak yang hampir setiap malam diperbincangkan, tanpa ada keputusan.

Anak mungil tersebut pada setiap waktu selalu berdo'a : "Yaa Allah, apa yang harus hambamu kerjakan ? Apakah aku ini harus meninggalkan Ibuku yang sudah mengasuh dan mendidikku? Ataukah aku harus di hutan ini sepanjang hidupku ?" Berhari-hari si Anak mungil berdo'a dan memohon petunjuk apa yang harus dikerjakan.
Pada hari Jumat pagi dengan tekad yang bulat, si Anak mungil "Joko Pentul", memutuskan dan berkata pada Ibunya : "Iya Bu, Ananda akan berangkat sesuai dengan nasehat Ibu, tapi kapan Ibu izinkan ?" Ibunya berseri-seri dan berkata : "Pagi ini Ibu akan siapkan bekal seadanya dan setelah Dhuhur berangkat !" Anaknya kaget : "Lho Bu, koq cepat amat ?" Ibunya segera menegaskan : " Anakku, apabila tekadmu sudah bulat, jangan ditunda lagi, karena Syetan dapat menggodamu untuk membatalkannya, berangkatlah setelah Dhuhur!. Jawab Anak singkat : "Baik Bu !"
Pada siang harinya setelah Dhuhur, Joko Pentul sungkem dan mohon do'a restu dari Ibunya, bersiap-siap untuk berangkat. Joko Pentul selain mendapatkan ilmu pengetahuan dari Ibunya, baik pengetahuan kesarjanaan, agama dan silat, Joko Pentul mempunyai sahabat "Macan Putih" yang sering diajak bermain dan berlatih silat bersama. Macan Putih tersebut diberi nama "CANTIH", maksudnya yaa “macan putih”. Macan Putih tersebut tahu benar isyarat atau omongan dari Joko Pentul dan begitu pula sebaliknya, maklum mereka berdua sudah menjadi sahabat sejak Joko Pentul berumur 4 tahun.
Dengan panggilan Joko Pentul kepada Cantih, menggunakan aji Sapto Pangrungu, sebagaimana yang telah diajarkan oleh Ibunya, walaupun hanya terdengar lirih namun suara tersebut sebenarnya telah menggema sejauh 7 kali lebar Gunung Kelud : "Cantih, aku menunggu sekarang dirumah, datanglah !" Tiba-tiba dari semak belukar, muncul Macan Putih melompat tinggi dan sampai dihadapan Joko Pentul. Pada Macan Putih tersebut, Joko Pentul menceriterakan maksudnya untuk berkelana menerapkan ilmu yang telah diterimanya dan meminta didampingi kemanapun tujuannya. Si Macan Putih menganguk tanda persetujuannya. Dengan sekali melompat ke punggung Macan Putih tersebut, Joko Pentul terpeleset, okh … rupanya kurang konsentrasi. Kemudian diulangi sekali lagi, Joko Pentul melompat sampai di leher atas Macan Putih. Lalu Joko Pentul memberi isyarat berangkat, maka dengan loncatan yang luar biasa, Macan Putih tersebut telah melesat kearah Barat dari Gunung Kelud.